Peluncuran Perangkat Resiliensi Pesisir
Wilayah pesisir terpapar beberapa bahaya, termasuk bahaya awitan tiba-tiba seperti gelombang tsunami dan badai, serta
bahaya awitan lambat seperti kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim. Mendukung ketahanan masyarakat di
wilayah pesisir dalam menghadapi ancaman dan tantangan-tantangan ini perlu pemahaman mendalam tentang karakteristik
alam dan demografis mereka serta analisis tren aktual dan proyeksi ke depan untuk mendukung perencanaan
pembangunan dan proses pengambilan keputusan. Perangkat Resiliensi Pesisir (PRP), yang dikembangkan di bawah
komponen regional dari Program Kemitraan Australia-Indonesia untuk Manajemen Risiko Bencana (SIAP SIAGA) bertujuan
untuk mendukung para pengambil keputusan dalam melakukan analisis teknis dan merancang pendekatan kolaboratif yang
akan mengurangi risiko bencana dan meningkatkan resiliensi wilayah pesisir dan penduduknya.
Perangkat ini terdiri dari serangkaian alat dan prosedur yang mudah digunakan, dikemas dalam aplikasi berbasis perangkat
lunak, yang bertujuan untuk mendukung pihak berwenang di wilayah pesisir dalam mencapai ketahanan pesisir yang
berkelanjutan bagi populasi yang berisiko. PRS beroperasi pada platform berbasis perangkat lunak QGIS, aplikasi sistem
informasi geografis desktop state-of-the-art yang memungkinkan pengguna untuk melihat, mengedit, melaporkan, dan
melakukan analisis data geospasial.
PRP dapat bekerja saling melengkapi dengan masukan tambahan seperti hasil forum diskusi, penyediaan informasi dari
narasumber, penilaian ahli, dan alat analisis lainnya di luar kemampuan QGIS. Dengan demikian, perangkat ini dapat
menyediakan database solusi yang didasarkan pada praktik terbaik yang terdokumentasi dari Indonesia dan Australia dalam
menanggapi berbagai bahaya pesisir (abrasi, gelombang laut ekstrem, tsunami) dan jenis kerusakan (pemukiman manusia,
pertanian, bakau, terumbu karang, dll). Solusi-solusi ini dapat bersifat natural atau dikombinasikan dengan solusi struktural
keras (seperti dinding laut, dan pemecah gelombang) dan struktur lunak (misalnya bakau) yang ramah lingkungan dan
hemat biaya, termasuk elemen keterlibatan masyarakat yang kuat, dan terintegrasi dengan aspek pembangunan lainnya,
terutama ekonomi.
Pada tahun 2022, metodologi PRP dipresentasikan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) – badan
nasional penanggulangan bencana (Silakan lihat Lampiran 1: Perangkat Resiliensi Pesisir). Setelah mempresentasikan
metodologi tersebut, program SIAP SIAGA mendukung mobilisasi sumber daya untuk memperluas pengembangan
perangkat. Difasilitasi oleh program ini, Universitas Gadjah Mada mengajukan proposal pendanaan ke skema hibah
INSPIRASI yang kemudian disetujui. SIAP SIAGA juga menjangkau beberapa lembaga penelitian berbasis universitas untuk
menjajaki minat mereka dalam berkolaborasi dalam pengembangan perangkat ini.
Upaya ini menghasilkan beberapa sambutan selain dari Universitas Gadjah Mada, yaitu dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Islam Indonesia, Universitas Negeri Surakarta, Universitas Katolik Atma Jaya Yogyakarta, Ikopin University, dan Universitas Katolik Parahyangan.Tahap pertama PRP ini akan fokus pada pengembangan alat online untuk diuji dan dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir di Indonesia. Setelah alat ini diuji, diperkirakan akan dipromosikan sebagai salah satu produk untuk kerja sama pembangunan internasional dengan Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil (SIDS) khususnya di Pasifik. Dengan demikian, pengembangan perangkat harus mencakup pertimbangan strategis dan teknis dari aspirasi ini untuk meningkatkan perangkat agar dapat digunakan di tingkat regional dan internasional. Selain itu, kolaborasi dengan Australia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang dan sebagai penyedia data meteorologi paling signifikan untuk negara-negara di Pasifik juga akan dieksplorasi. Untuk lebih memastikan keselarasan visi dalam pengembangan PRP, pengaturan pemerintahan sekarang harus ditetapkan.